MAKNAI THAGUT DENGAN BENAR
Patah Pensil - Di kalangan gerakan teroris, thagut merupakan stempel
agama yang laris manis digunakan untuk mencap setiap sistem yang
non-islami. Sedangkan setiap individu yang berada di bawah naungan non-Islami
dicapnya sebagai anshar thagut ‘pembela thagut’. Dengan demikian, setiap
muslim yang menjadi polisi dicap sebagai anshar thagut.
Setiap muslim yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan disebut anshar
thagut. Setiap muslim yang menjadi presiden, menteri dan jabatan-jabatan
dalam pemerintahan sebutannya, bagi mereka, ialah anshar thagut.
Konsekwensinya, mereka selalu mengarahkan aksi-aksi pemboman dan
penyerangan kepada pemerintah dan bawahannya yang mereka cap sebagai thagut
dan antek-anteknya. Sebaliknya, mereka sendiri sebagai kelompok sosial yang
berada di luar sistem non-islam menamai diri mereka dengan penuh percaya diri
sebagai anshar tauhid, ‘pembela tauhid’.
Menariknya, bagi mereka, di dunia ini hanya ada dua klasifikasi, anshar
tauhid versus anshar thagut. Relasi antara kedua kelompok ini didasarkan
kepada relasi perang-memerangi. Anshar tauhid diwajibkan untuk berada dalam
posisi yang terus-menerus memerangi segenap sistem thagut dan antek-anteknya.
Sebut saja perang melawan mereka sebagai perang abadi. Hal ini
sebagaimana yang mereka pahami secara sembrono dari QS. An-Nisa: 76 sebagai
berikut:
الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ
كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman berperang demi jalan Allah sementara orang-orang
kafir berperang demi jalan thagut. Karena itu, perangilah pemimpin-pemimpin
setan. Sesungguhnya tipu daya setan itu sangatlah lemah”
Ayat ini dipahami mereka sebagai peperangan terus menerus antara Anshar
Tauhid dan Anshar Thagut. Penggunaan kata kerja kala kini (mudhari) dipahami
mereka sebagai aksi yang terus menerus dilakukan. Jadi ayat yang mengandung
makna informatif (jumlah khabariyyah) ini dipahami sebagai ayat yang
mengandung makna imperatif (jumlah insya’iyyah), yakni perintah untuk memerangi
secara abadi sistem thagut dan antek-anteknya.
Jadi melalui keterangan di atas, dapat dikerangkakan bahwa konsep inti
yang menggerakan radikalisasi agama terletak pada konsep thagut.
Dari konsep inti ini, lahirlah konsep-konsep turunan seperti tauhid, syirik,
nifak, mukmin-musyrik, zindiq, fasik, jihad abadi dan lain-lain dengan
pengertiannya yang tidak biasa.
Tanpa adanya konsep thagut sebagai pusat pemikiran radikal mereka,
tauhid, syrik, nifak, kufur, zindiq, fasik dan lain-lain tidak akan ada maknanya.
Jadi dalam thagut, terkandung medan makna yang menghubungkannya dengan
konsep-konsep lainnya. Karena itu, untuk menghancurkan radikalisasi agama,
pertama-tama yang harus kita lakukan ialah mendekonstruksi terlebih dahulu
makna thagut.
Dari sekian makna thagut yang mengundang multi-tafsir, jaringan teroris
hanya memakemkan satu makna, yakni, setiap sistem pemerintahan yang tidak
islami. Pengertian yang politis ini dipegang secara teguh dan menjadi
paradigma tersendiri yang dengannya mereka dapat memberikan definisi situasi
atas dunia di sekeliling mereka.
Karena itu, ketika pengertian ini dikontekstualisasikan di negara
Indonesia, pemerintahan yang tidak islami, bagi mereka, ialah NKRI yang
didasarkan kepada Pancasila dan UUD 45. Dengan kata-kata lain, Pancasila dan
UUD 45 yang mendasari berdirinya NKRI ialah thagut.
Konsekwensinya, bagi jaringan teroris, orang-orang yang ber-tahakum
dengan Pancasila dan UUD 45 dianggap sebagai Anshar Thagut. Sebaliknya,
mereka yang melawan Pancasila dan UUD 45 mengklaim diri sebagai Anshar
Tauhid. Dalam al-Quran, kata mereka, Anshar Tauhid diwajibkan untuk memerangi
Anshar Thagut dengan segenap klasifikasinya: murtad, kafir, musyrik, zindiq
dan lain-lain.
Konsep turunan ini kemudian menjadi cara pandang yang kaku untuk melihat
dan mengidentifikasi mana kawan yang mukmin yang harus dilindungi dan mana
lawan yang musyrik yang harus diperangi.
Selain itu, logika yang menggerakan cara pandang seperti itu terletak
kepada konsep perang. Artinya, jika seseorang, kelompok, masyarakat atau
negara telah teridentifikasi menganut sistem non-islami alias thagut, mereka
akan dengan mudah mencapnya sebagai musyrik jika memang mereka non-muslim,
atau mukmin-musyrik jika mereka mu’min namun masih mengadopsi sebagian sistem
non-islami, atau zindiq jika mereka masih mengadopsi demokrasi dan lain-lain.
Basis identifikasi ini kemudian digunakan untuk melegitimasi aksi
pembunuhan, pembakaran, pemboman dan penjarahan orang-orang yang dianggap
musyrik, murtad, kafir dan lain-lain oleh jaringan yang mengklaim sebagai
Anshar Tauhid ini.
Karena itu, konsep keagamaan yang terdapat dalam kata thagut dengan
sendirinya berubah menjadi basis identifikasi lawan dan kawan: kawan mereka
yang anti-thagut dan lawan mereka yang antek thagut. Lewat pembedaan seperti
ini, paham mereka tidak lagi bersifat murni agama yang lillahi
ta’alatapi lebih kepada gerakan politik yang mengatasnamakan agama.
Manifesto politiknya ialah ayat-ayat perang yang
siap saji dan siap pakai tanpa perlu pikir panjang mendalami konteks dan maksud
ayat. Gerakan politik jaringan ini terletak kepada fungsi untuk memecah belah
dan membeda-bedakan antara siapa kita-siapa mereka. Sementara itu politik beda
dengan agama. Agama bersifat meneduhkan dan menenangkan, menyatukan, melebur dan
meredam berbagai unsur-unsur kebencian dan permusahan antara sesama manusia.
sumber artikel : https://bincangsyariah.com/kalam/makna-thaghut-yang-benar/
credit : bincangsyariah.com
|
No comments:
Post a Comment